TKJ SMKN 3 BUDURAN SIDOARJO

  • Facebook

UJIAN NASIONAL UNTUK TENTUKAN KELULUSAN, EFEKTIFKAH?

sudah seperti menjadi identitas negara kita dalam penentuan kelulusan siswa dengan menggunakan sistim ujian nasional, namun efektifkah pelaksanaan ujian nasional ini ditengah masih banyaknya kendala dilapangan sementara pemerintah pusat mengejar prestise dengan cara meningkatkan standar kelulusan?

dus, sebagai siswa saya juga merasa tidak setuju dengan penerapan sistim unas ini. saya nilai begitu karena itu sama juga memvonis 3 tahun belajar yang dirapel oleh tes yang cuma 1 hari (tiap matpel). contoh Matematika yang materinya mulai kelas 1 hingga kelas 3 yang dirapel sedemikian rupa menjadi paket soal pemutus perkara kelulusan siswa dan itu berarti pemerintah sebagai otoritas pembuat sisdiknas menilai hasil pembelajaran siswa 3 tahun hanya dengan 3 hari, SANGAT TIDAK MANUSIAWI.

memang seperti tak ada jalan lain selain unas ketika berbicara masalah kelulusan. banyak yang memproblematikan ini seperti tali yang tak kunjung putus tapi tak menemui ujung. hehe....


bagaimana tidak, ada yang mengusulkan bahwa untuk kelulusan diserahkan pada sekolah sebagai otoritas yang mengetahui grow up process dari siswa sendiri. tapi langsung disanggah dengan mudah, kalo gurunya tidak obyektif bagaimana? suka sama siswa A, bedakan yang B dsb seperti itu tanpa henti?

menurut saya memang unas ini ialah bentuk vonis yang tidak adil bagi setiap siswa yang menginjak masa akhir sekolahnya. menyakitkan bagi mereka yang fasilitas sekolahnya dan kehidupan sosial sekitarnya yang buruk (maaf, umumnya ada dipapua). Dan merupakan vonis yang menyenangkan bagi sekolah dengan bea mahal, fasilitas lengkap dan lingkungan sosial yang mendukung. so, ini bisa disimpulkan bahwa UNAS merupakan pelanggaran harkat hidup siswa baik sebagai yang terdidik atau sebagai manusia.

sebagai terdidik dia dilanggar dalam sistem yang memaksanya untuk mereview apa yang telah lama ia pelajari sementara tidak semua siswa dapat cepat mereview kembali karena otak setiap orang beda-beda. dilanggar sebagai manusia karena ia berhak untuk mendapatkan sesuatu yang layak dalam hal ini kesetaraan pendidikan dan kesetaraan pendidikan hanya bisa diwujudkan ketika tak ada sentralisasi standar pendidikan dari daerah satu dengan daerah lain yang berbeda.

tentu saja, secara umum sekolah daerah Jakarta dengan Surabaya atau Bandung tak jauh beda. tapi bila dibandingkan dengan Papua, Maluku atau pedalaman sumatra dan kalimantan maka yang anda temui hanya ketidakadilan pemerintah dalam pemerataan pendidikan. lebih-lebih lagi dalam unas ditempat mereka (papua, maluku, sumatra dan borneo) juga menerapkan standarisasi yang sama dengan jakarta, surabaya dan bandung. hmmmm.....

menurut saya, UNAS itu TIDAK PENTING!!! disamping membebani banyak siswa, juga MUSTAHIL terbentuk calon pemimpin yang memiliki kesetaraan intelegensi, emosi, dan spiritual dengan hanya dites intelegensinya saja. gak percaya??? mudah membuktikan, anak yang pintar (IQ tinggi) mungkin akan hafal semua materi yang diberikan guru dari mulai PKn, Matematika, Bahasa hingga Agama. tapi pemahaman dia, mungkin hanya sebatas ilmu yang akan di UNAS kan. jadi ia akan seperti musafir yang hanya tahu jalan tapi tak tahu adat didaerah pengelanaannya itu.

Negara kita tidak butuh orang pintar, negara kita tak perlu orang pandai, negara kita tak kekurangan orang cerdas, tapi negara kita KURANG ORANG YANG MEMILIKI KESETARAAN IESQ tadi. kalau mementingkan IQ maka negara ini bakal banyak pengangguran karena pemimpinnya akan terus berfikir untuk moderinasasi dan pemakaian robot (mesin) yang banyak daripada menggaji orang untuk bekerja.

sama halnya dengan orang yang hanya unggul di EQ nya saja, maka ia akan menjadi pemimpin yang angin-anginan. kadang tegas kadang malah seperti banci. karena ia hanya unggul dalam emosinalnya saja (perasaan) yang tidak diimbangi dari rasionalisme yang hanya bisa didapat dengan ISQ. tak jauh beda dengan pemimpin yang hanya unggul di SQ saja. malah saya pandang malah berbahaya karena negara bakal jadi negara manja, karena dikit2 Tuhan, dikit2 pengobatan alternatif, malah2 yang bahaya malah guru2 sekolah bisa diganti dengan dukun (paranormal).

>>>SOLUSI<<<

menurut saya ini mudah saja. pemerintah kan sudah memprioritaskan 20% untuk pendidikan, maka sebaiknya menurut saya. UNAS DITIADAKAN, LULUS ATAU TIDAK ditentukan oleh daerah atau sekolah sendiri. bagaimana?

disetiap daerah kita membentuk suatu tim independen bagian test untuk murid. dan tim independen itu bisa dari kalangan dosen university, psikolog dan ilmuan. dan tiap daerah itu menentukan standarisasi sendiri. INGAT??? dalam analisis saya, ujian ini dilakukan tiap 2 semester sekali (kenaikan level.) dan materinya ialah IQ (umum), EQ (test psikologi/psiko test) dan SQ (spiritual/agama). dan saya juga menyarankan setelah test level 3 selesai (lulus), untuk ujian PTN nya juga dilakukan sama seperti yang saya utarakan. dan masing-masing PTN harus punya standar sendiri dan tidak ditentukan pusat.

SKEMA: